NAMA/NPM : TOPAZ WARIM PUTRA/27312436
KELAS : 1TB04 (2012)
MATA KULIAH : ILMU SOSIAL DASAR
TUGAS : BAB 8
AGAMA DAN MASYARAKAT
·
Fungsi Agama
- Memberi pandangan dunia
kepada satu-satu budaya manusia. Agama dikatakan memberi pandangan dunia
kepada manusia karena ia sentiasanya memberi penerangan kepada
dunia(secara keseluruhan), dan juga kedudukan manusia di dalam dunia.
Penerangan dalam masalah ini sebenarnya sulit dicapai melalui indra
manusia, melainkan sedikit penerangan daripada falsafah. Contohnya, agama
Islam menerangkan kepada umatnya bahwa dunia adalah ciptaan Allah(s.w.t)
dan setiap manusia harus menaati Allah(s.w.t).
- Menjawab berbagai
pertanyaan yang tidak mampu dijawab oleh manusia.
- Sebagian pertanyaan yang
sentiasa ditanya oleh manusia merupakan pertanyaan yang tidak terjawab
oleh akal manusia sendiri. Contohnya pertanyaan kehidupan setelah mati,
tujuan hidup, soal nasib dan sebagainya. Bagi kebanyakan manusia,
pertanyaan-pertanyaan ini sangat menarik dan perlu untuk menjawabnya.
Maka, agama itulah fungsinya untuk menjawab soalan-soalan ini.
- Memberi rasa kekitaan
kepada sesuatu kelompok manusia.
- Agama merupakan satu
faktor dalam pembentukkan kelompok manusia. Ini adalah karena sistem agama
menimbulkan keseragaman bukan saja kepercayaan yang sama, melainkan
tingkah laku, pandangan dunia dan nilai yang sama.
- Memainkan fungsi peranan sosial. Kebanyakan agama di dunia ini menyarankan kepada kebaikan. Dalam ajaran agama sendiri sebenarnya telah menggariskan kode etika yang wajib dilakukan oleh penganutnya. Maka ini dikatakan agama memainkan fungsi peranan sosial.
·
Fungsi Agama dalam Masyarakat
- Fungsi agama dalam
masyarakat ada tiga aspek yaitu kebudayaan, sistem sosial dan kepribadian.
Ketiga aspek tersebut merupakan kompleks fenomena sosial terpadu yang
pengaruhnya dapat diamati dalam perilaku manusia, sehingga timbul
pertanyaan sejauh mana fungsi lembaga agama dalam memelihara sistem,
apakah lembaga agama terhadap kebudayaan sebagai suatu sistem, dan sejauh
manakah agama dalam mempertahankan keseimbangan pribadi melakukan
fungsinya.
Pertanyaan itu timbul sebab sejak
dulu sampai saat ini, agama itu masih ada dan mempunyai fungsi, bahkan
memerankan sejumlah fungsi.
- Sebagai kerangka acuan
penelitian empiris, teori fungsional memandang masyarakat sebagai suatu
lembaga sosial yang seimbang. Manusia mementaskan dan menolakan
kegiatannya menurut norma yang berlaku umum, peranan serta statusnya.
- teori fungsional dalam
melihat kebudayaan pengertiannya adalah, bahwa kebudayaan itu berwujud
suatu kompleks dari ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan
dan sistem sosial yang terdiri dari aktivitas-aktivitas manusia yang
beriteraksi, berhubungan serta bergaul satu dengan lainnya, setiap saat
mengikuti pola-pola tertentu berdasarkan adat teta kelakuan, bersifat
konkret terjadi di sekeliling.
Dalam hal ini kebudayaan
menentukan situasi dan kondisi bertindak, mengatur dengan sistem sosial berada
dalam batasan sarana dan tujuan, yang dibenarkan dan yang dilarang. Kemudian
agama dengan referensi transendensi merupakan aspek penting dalam fenomena
kebudayaan sehingga timbul pertanyaan, apakah posisi lembaga agama terhadap
kebudayaan merupakan suatu sistem.
- bagaimana masalah
fungsional dalam konteks teori fungsional kepribadian, dan sejauh mana
agama mempertahankan keseimbangan pribadi melakukan fungsinya. Kepribadian
dalam hal ini merupakan suatu dorongan, kebutuhan yang kompleks,
kecenderungan, memberikan tanggapan serta nilai dsb yang sistematis.
Kepribadian sudah terpola melalui proses belajar dan atas otonominya
sendiri. Sebagai ilustrasi sistem kepribadian adalah Id, Ego dan Superego
yang ada dalam situasi yang terstruktur secara sosial.
Teori fungsionalisme melihat
agama sebagai penyebab sosial yang dominan dalam terbentuknya lapisan sosial,
perasaan agama dan termasuk konflik sosial. Agama dipandang sebagai lembaga
sosial yang menjawab kebutuhan mendasar yang dapat dipenuhi kebutuhan
nilai-nilai duniawi. Tetapi tidak menguntik hakikat apa yang ada di luar atau
referensi transendental (istilah Talcott parsons).
Aksioma teori fungsional agama
adalah, segala sesuatu yang tidak berfungsi akan lenyap dengan sendirinya,
karena agama sejak dulu sampai saat ini masih ada, mempunyai fungsi, dan bahkan
memerankan sejumlah fungsi. Teori fungsionalis agama juga memandang kebutuhan
“sesuatu yang mentransendensikan pengalaman” (referensi transendental) sebagai
dasar dari karakteristik dasar eksistensi manusia meliputi:
·
Manusia hidup dalam kondisi ketidakpastian; hal
penting bagi keamanan dan kesejahteraan manusia berada di luar jangkauannya
·
Kesanggupan manusia untuk mengendalikan dan
mempengaruhi kondisi hidupnya terbatas, dan pada titik dasar tertentu kondisi
manusia dalam kaitan konflik antara keinginan dengan lingkungan ditandai oleh
ketidak berdayaan.
·
Manusia harus hidup bermasyarakat dimana ada alokasi
yang teratur dari berbagai fungsi, fasilitas, dan ganjaran. Ini mencakup
pembagian kerja dan produk. Dalam hal ini tentu masyarakat diharuskan berada
dalam kondisi imperatif, yaitu ada suatu tingkat superordinasi dan subordinasi
dalam hubungan manusia. Kelangkaan ini menimbulkan perbedaan distribusi barang
dan nilai, dengan demikian menimbulkan deprivasi relatif.
·
Dimensi Komitmen Agama
- Jadi seorang fungsionalis
memandang agama sebagai petunjuk bagi manusia untuk mengatasi diri dari
ketidak pastian, ketidakberdayaan dan kelangakaan dan agama dipandang
sebagai mekanisme penyesuaian yang paling dasar terhadap unsur-unsur
tersebut.
- Fungsi agama dalam
pengukuhan nilai-nilai, bersumber pada kerangka acuan yang bersifat
sakral. Dalam setiap masyarakat sanksi sakral mempunyai kekuatan memaksa
istimewa, karena ganjaran dan hukumannya bersifat duniawi dan
supramanusiawi dan ukhrowi.
- Fungsi agama dibidang
sosial adalah fungsi penentu, dimana agama
menciptakan suatu ikatan bersama, baik diantara anggota-anggota
beberapa masyarakat maupun dalam kewajiban-kewajiban sosial yang membantu
mempersatukan mereka.
- Masalah fungsionalisme
agama dapat dianalisis lebih mudah pada komitmen agama. Dimensi agama,
menurut Roland Robertson (1984), diklasifikasikan berupa keyakinan,
praktek, pengalaman, pengetahuan dan konsekuensi.
·
Dimensi keyakinan mengandung perkiraan atau
harapan bahwa orang yang religius akan menganut pandangan teologis tertentu,
bahwa ia akan mengikuti kebenaran ajaran-ajaran agama.
·
Praktek agama mencakup perbuatan-perbuatan
memuja dan berbakti yaitu perbuatan untuk melaksanakan komitmen agama secara
nyata.
·
Dimensi pengalaman memperhitungkan fakta, bahwa
semua agama mempunyai perkiraan tertentu, yaitu orang yang benar-benar religius
pada suatu waktu akan mencapai pengetahuan yang langsung dan subjektif realitas
tertinggi, mampu berhubungan meskipun singkat dengan suatu perantara yang
supernatural.
·
Dimensi pengetahuan dikaitkan dengan perkiraan,
bahwa orang-orang yang bersikap religius akan memiliki informasi tentang
ajaran-ajaran pokok keyakinan dan upacara keagamaan, kitab suci, dan
tradisi-tradisi keagamaan mereka.
·
Dimensi konsekuensi dari komitmen religius
berbeda dengan tingkah laku perseorangan dan pembentukan citra pribadinya.
·
Pelembagaan Agama
- Pelembagaan agama adalah
apa dan mengapa agama ada, unsur-unsur dan bentuknya serta fungsi struktur
agama.Sebenarnya lembaga keagamaan adalah menyangkut hal yang mengandung
arti penting tertentu, menyangkut masalah aspek kehidupan manusia, yang
dalam transendensinya, mencakup sesuatu yang mempunyai arti penting dan
menonjol bagi manusia.Bahkan sejarah menunjukkan bahwa lembaga-lembaga
keagamaan merupakan bentuk asosiasi manusia yang paling mungkin untuk
terus bertahan.
- Dalam kaitannya dengan
lembaga sosial yang ada dalam masyarakat, hendaknya cara berpikir
sosiologis dipusatkan pada lembaga-lembaga kecil dan besar, serta gabungan
lembaga-lembaga yang merupakan sub-sub sistem dalam masyarakat.
- Para sosiolog cenderung
untuk memperhatikan paling sedikit 4 kelompok lembaga-lembaga yang penting
(yang dapat dijabarkan ke dalam kategori-kategori yang lebih kecil dan
khusus), yakni:
·
Lembaga-lembaga politik yang ruang lingkupnya
adalah penerapan kekuasaan dan monopoli padapenggunaankekuasaansecara sah.
·
Lembaga-lembaga ekonomi yang mencakup produksi
dan distribusi barang dan jasa.
·
Lembaga-lembaga integrative-ekspresif, yang
menurut Inkeles adalah (Alex inkeles 1965: 68).
“… Those dealing with the arts,
drama, and recreation..This group also includes institutions which deal with
ideas, and with the transmission of received values. We may, therefore, include
scientific, religius, philosophical, and educational organizations within this
category”.
·
Lembaga-lembaga kekerabatan mencakup
kaedah-kaedah yang mengatur hubungan seksual serta pengarahan terhadap golongan
muda.
·
Walaupun tampaknya, suatu lembaga memusatkan
perhatian terhadap suatu aspek kemasyarakatan tertentu, namun di dalam
kenyataan lembaga-lembaga tersebut saling berkaitan secara fungsional
·
3 Tipe Kaitan Agama dengan Masyarakat
- masyarakat dan nilai-nilai
sacral
- masyarakat-masyarakat
praindustri yang sedang berkembang
- masyarakat-masyarakat
industri sekuler
·
Agama, Konflik dan Masyarakat
- Upacara-upacara yang
bernuansa agama suku bukannya semakin berkurang tetapi kelihatannya
semakin marak di mana-mana terutama di sejumlah desa-desa.Misalnya saja,
demi pariwisata yang mendatangkan banyak uang bagi para pelaku pariwisata,
maka upacara-upacara adat yang notabene adalah upacara agama suku mulai
dihidupkan di daerah-daerah.
- Upacara-upacara agama suku
yang selama ini ditekan dan dimarjinalisasikan tumbuh sangat subur.
Anehnya sebab bukan hanya orang yang masih tinggal di kampung yang
menyambut angin segar itu dengan antusias tetapi ternyata orang yang lama
tinggal di kotapun menyambutnya dengan semangat membara.
- Misalnya pemilihan hari-hari tertentu yang diklaim sebagai hari baik untuk melaksanakan suatu upacara. Hal ini semakin menarik sebab mereka itu pada umumnya merupakan pemeluk yang “ fanatik” dari salah satu agama monoteis bahkan pejabat atau pimpinan agama. Jadi pada jaman sekarang pun masih banyak sekali hal yang menghubungkan agama dengan kepercayaan-kepercayaan seperti itu sehingga bisa menimbulkan konflik bagi masyarakat itu sendiri.
·
Contoh-Contoh dan Kaitannya Tentang Konflik Yang Ada
Dalam Agama dan Masyarakat
Konflik bernuansa
agama di Jawa Tengah meningkat
12/09/2012
Konflik bernuansa agama di Jawa Tengah (Jateng) pada tahun
ini meningkat. Sejak Januari hingga Agustus terjadi 25 kasus konflik bernuansa
agama, demikian ungkap Direktur Lembaga Studi Sosial dan Agama (eLSA)
Semarang Tedi Kholiluddin.
Tedi mengatakan, konflik bernuansa agama itu terdiri dari
kasus intoleransi serta kasus pelanggaran kebebasan agama.
“Sepertinya tren meningkat sampai Agustus saja sudah 25
kasus, tapi kita belum membagi mana yang ada pelanggarannya dan mana yang
sekedar intolenransi. Intolenransi di level akar rumput. Kalau pelanggaran ada
peran negara bisa kejaksaan, polisi, kemenag,” paparnya.
Menurutnya, “Jawa Tengah itu kayak saklar kalau kita mau
menghidupkan lampu cukup sakralnya saja yang dipencet. Tokoh-tokoh agama punya
peran penting dalam desiminasi multikulturalisme dan pluralisme.”
Kasus konflik bernuansa agama tahun ini seperti pengajian
jemaah Majelis Tafsir Alquran (MTA) di Kudus dibubarkan aktivis muda Nahdlatul
Ulama (NU), penolakan warga atas pembangunan Vihara di Salatiga, kasus
penghentian pembangunan sanggar Sapto Darmo di Rembang, serta penghentian
pembangunan sanggar Ngesti Ksampurnan di Sumowono Kabupaten Semarang.
Untuk itu eLSA Semarang mengadakan media audiens bersama
koran harian Warta Jateng, belum lama ini, bertujuan untuk mengkampanyekan
isu-isu kebebasan beragama khususnya di Jateng melalui media masa.
“Media audience ini bertujuan untuk mengkampanyekan isu-isu
intoleransi dan kebebasan beragama di Jawa Tengah. Warta Jateng merupakan
pilihan kami untuk dipantau pemberitaanya dalam hal kebebasan beragama.
Pemantauan terhadap media yang dilakukan oleh eLSA dimulai sejak tahun 2008,”
paparnya.
Tedi menjelaskan bahwa di Jateng isu-isu mengenai kebebasan
beragama dan berkeyakinan lumayan cukup kompleks. Ketegangan yang terjadi bukan
hanya seputar agama resmi saja, seperti Islam-Kristen, tapi di Jateng juga ada
masalah aliran kepercayaan.
“Di Jawa Tengah isu konflik seputar agama dan kepercayaan
bukan hanya terjadi antaragama yang resmi diakui oleh negara seperti halnya
Islam-Kristen. Tapi, konflik keberagaman juga terjadi terhadap kelompok aliran
kepercayaan. Salah satunya aliran Ngesti Kasampurnaan (NK) di Sumowono,
Kabupaten Semarang,” kata Tedi.
“eLSA selain melakukan monitoring, juga melakukan advokasi
terhadap korban langsung dan juga advokasi kebijakan. Salah satu contoh
kasusnya adalah yang menimpa anak-anak sekolah warga Samin di Kudus. Dalam
kasus ini eLSA juga mengadvokasi anak-anak Samin agar tetap bersemangat untuk
sekolah. Selain mengadvokasi pihak warga Samin, eLSA juga aktif mengadvokasi
kebijakan pemerintahnya,” pungkas Tedi.
(Sumber berita: kbr68h.com, elsaonline.com)
Opini : Seharusnya atantar umat bergama saling menghargai,
sehingga tidak terjadi konflik. contohny seperti maslah diatas yang melarang
pembangunan tempat ibdah tidak terjadi karena Indonesia merupakan negara yang menjunjung tinggi agama dan
mengakui beberapai agama. dan semboyan negara Indonesia adlaha "bihnneka
tunggal ika" yakni berbeda tetapi tetap satu.
Sumber:
27 Januari 2013
- http://irawatifajar.blogspot.com/2011/12/lmu-sosial-dasar-isd.html 20:12 WIB
- http://ajigits.blogspot.com/2012/11/tugas-3-isd-agama-dan-masyarakat.html 20:20 WIB
28 Januari 2013
- http://rekianmaulana.blogspot.com/2012/11/isd-agama-dan-masyarakat.html 16:50 WIB
30 januari2013
- farispilararijati.blogspot.com
- http://10110004.student.gunadarma.ac.id/tugas.html (Jumat, 24 Desember 2010)
- http://aang-uzumaki-aang.blogspot.com/2010/12/agama-dan-kebudayaan.html (Jumat, 24 Desember 2010)