Selasa, 07 Juni 2016

Konservasi Arsitektur, Pembahasan mengenai KAWASAN KALIBESAR, JAKARTA

Latar Belakang

Konservasi merupakan suatu upaya yang dapat menghidupkan kembali vitalitas lama yang telah pudar. Termasuk upaya konservasi bangunan kuno dan bersejarah. Peningkatan nilai-nilai estetis dan historis dari sebuah bangunan bersejarah sangat penting untuk menarik kembali minat masyarakat untuk mengunjungi kawasan atau bangunan tersebut. Sebagai bukti sejarah dan peradaban dari masa ke masa. Upaya konsevasi bangunan bersejarah dikatakan sangat penting. Selain untuk menjaga nilai sejarah dari bangunan, dapat pula menjaga bangunan tersebut untuk bisa dipersembahkan kepada generasi mendatang.
Bangsa Indonesia adalah bangsa yang kaya akan sejarah dan budaya. Tentu tidak sedikit bangunan bersejarah yang menyimpan cerita-cerita penting dan tersebar di seluruh penjuru Indonesia. Bahkan hampir di setiap daerah mempunyai bangunan bersejarah yang dijadikan sebagai identitas dari daerah tersebut.
Bertolak belakang dengan diketahuinya indonesia yang kaya akan sejarah dan budaya, ternyata masih banyak bangsa Indonesia yang tidak menyadari akan hal itu. Banyak sekali fenomena-fenomena yang terjadi dan meninbulkan keprihatinan terutama dalam bidang arsitektur bangunan di Indonesia. Seperti yang dikemukakan oleh Budihardjo (1985), bahwa arsitektur dan kota di Indonesia saat ini banyak yang menderita sesak nafas. Bangunan-bangunan kuno bernilai sejarah dihancurkan dan ruang-ruang terbuka disulap menjadi bangunan. padahal menghancurkan bangunan kuno bersejarah sama halnya dengan menghapuskan salah satu cermin untuk mengenali sejarah dan tradisi masa lalu. Dengan hilangnya bangunan kuno bersejarah, lenyaplah pula bagian sejarah dari suatu tempat yang sebenarnya telah menciptakan suatu identitas tersendiri, sehingga menimbulkan erosi identitas budaya (Sidharta dan Budhihardjo, 1989). Oleh karena itu, konservasi bangunan bersejarah sangat dibutuhkan agar tetap bisa menjaga cagar budaya yang sudah diwariskan oleh para pendahulu kita.
Pada penulisan ini kami mengambil objek kawasan bangunan tua di Kali Besar yang merupakan kawasan peninggalan penjajahan zaman Belanda, pada kawasan kali besar ini kemudian di ambil beberapa objek bangunan yang kemudian dideskripsikan serta dicarikan solusinya berdasarkan kaidah konservasi arsitektur.



Selasa, 19 Januari 2016

Kritik Arsitektur Tentang Pedestrian Di Jalan Margonda Raya Depok, Jawa Barat

Topaz Warim Putra, 27312436, 4TB01
Jurusan Teknik Arsitektur, Fakultas Teknik Sipil & Perencanaan,
Universitas Gunadarma


Jalan Margonda Raya Depok, Jawa Barat merupakan jalur masuk ke kota Depok dari arah Jakarta Selatan yang merupakan perbatasan utara kota Depok. Sepanjang jalan ini terdapat Perguruan tinggi, kantor pemerintahan, pertokoan, rumah sakit, restaurant, mall, apartment, hotel dan banyak bangunan Pertokoan & Jasa lainnya yang menjadikan Kawasan ini merupakan salah satu pusat ekonomi di Depok.
Namun kondisi pedestrian di Jalan Margonda yang seharusnya menjadi ciri khas kawasan pertokoan dan jasa ini kurang layak untuk di gunakan karena terdapat berbagai masalah pada pedestrian dan pedestrian ini belum memenuhi standar keamanan dan kenyamanan.
Kritik Arsitektur ini bertujuan untuk memberikan input kepada kalangan pemegang kebijakan terhadap fasilitas public untuk menyadari pentingnya Pedestrian sebagai elemen kota yang akan menambah nilai-nilai suatu kawasan yang merupakan bagian dari pencitraan suatu kota. Penulis berharap dengan di publikasikannya tulisan ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak, terutama demi perbaikan pedestrian di Jalan Margona Raya Depok demi kenyamanan dan keamanan kita bersama.

Kata Kunci: pedestrian, pejalan kaki



Penulisan selengkapnya dapat dibaca di dokumen kritik

Selasa, 13 Januari 2015

ANALISIS DAMPAK LINGKUNGAN

Topaz Warim Putra, 3TB01, Arsitektur (Softskill)


sumber :
http://id.wikipedia.org/wiki/Analisis_dampak_lingkungan
http://prokum.esdm.go.id/pp/1999/PP%2027%20Tahun%201999.pdf
http://www.jbic.go.jp/wp-content/uploads/projects/2013/07/4080/20130092eia130606103003.pdf
PP_NO_27_2012.PDF



Pembahasan

                Analisis Dampak Lingkungan adalah kajian mengenai dampak besar dan penting suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan di Indonesia.
                di Indonesia Analisis Dampak Lingkungan biasa disebut AMDAL. AMDAL dibuat saat perencanaan suatu proyek yang diperkirakan akan memberikan pengaruh terhadap lingkungan hidup di sekitarnya. Yang dimaksud lingkungan hidup di sini adalah aspek abiotik, biotik dan kultural. Dasar hukum AMDAL di Indonesia adalah Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 2012 tentang "Izin Lingkungan Hidup" yang merupakan pengganti PP 27 Tahun 1999 tentang Amdal.

Fungsi
- Bahan bagi perencanaan pembangunan wilayah
- Membantu proses pengambilan keputusan tentang kelayakan lingkungan hidup dari rencana usaha dan/atau kegiatan
- Memberi masukan untuk penyusunan disain rinci teknis dari rencana usaha dan/atau kegiatan
- Memberi masukan untuk penyusunan rencana pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup
- Memberi informasi bagi masyarakat atas dampak yang ditimbulkan dari suatu rencana usaha dan atau kegiatan
- Awal dari rekomendasi tentang izin usaha
- Sebagai Scientific Document dan Legal Document
- Izin Kelayakan Lingkungan

Dalam bidang Arsitektur

                Analisa merupakan tahapan awal dalam perencanaan dan perancangan suatu fungsi bangunan hingga kawasan. berbagai faktor diperhatikan hingga munculnya solusi desain untuk menanggapinya. maka dari itu desain universal banyak ditentang didunia, karena beda tempat, beda problematika.

                Berbagai solusi hasil analisa ini disatukan dalam konsep desain oleh arsiteknya atau perencana kawasannya. ini merupakan hasil analisa pihak pertama, yang kemudian diajukan kepada lembaga yang bersangkutan untuk perijinannya. contohnya untuk bangunan wajib mengajukan Ijin Mendirikan Bangunan. sedangkan project yang lebih kompleks maka membutuhkan ijin keberbagai lembaga yang bersangkutan, seperti kawasan industri membutuhkan ijin kelembaga lingkungan hidup, perindustrian, dsb.

                Pada masa modern ini diperlukan pengawasan lebih oleh berbagai pihak (masyarakat & para ahli) terhadap berbagai projek tersebut mengenai dampak lingkungannya. karena analisa dampak akan terasa nyatanya setelah projek tersebut selesai, sebagai bahan pertimbangan untuk projek-projek selanjutnya.

Minggu, 04 Januari 2015

JAMINAN SOSIAL TENAGA KERJA, SISTEM PENGUPAHAN, DAN KESEJAHTERAAN PEKERJAAN

Topaz Warim Putra, 3TB01, Arsitektur (Softskill)

sumber :
·         http://www.jamsosindonesia.com/glosarium/detail/jaminan-sosial-tenaga-kerja_59
·         http://hukum-tenagakerja.blogspot.com/2010/03/upah-tenaga-kerja.html
·         http://id.wikipedia.org/wiki/Tenaga_kerja
·         UU No.3 tahun 1992 tentang Jamsostek

Pengertian Tenaga Kerja 
Tenaga kerja merupakan penduduk yang berada dalam usia kerja. Menurut UU No. 13 tahun 2003 Bab I pasal 1 ayat 2 disebutkan bahwa tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat. Secara garis besar penduduk suatu negara dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu tenaga kerja dan bukan tenaga kerja.

Penduduk tergolong tenaga kerja jika penduduk tersebut telah memasuki usia kerja. Batas usia kerja yang berlaku di Indonesia adalah berumur 15 tahun – 64 tahun. Menurut pengertian ini, setiap orang yang mampu bekerja disebut sebagai tenaga kerja. Ada banyak pendapat mengenai usia dari para tenaga kerja ini, ada yang menyebutkan di atas 17 tahun ada pula yang menyebutkan di atas 20 tahun, bahkan ada yang menyebutkan di atas 7 tahun karena anak-anak jalanan sudah termasuk tenaga kerja.

Jaminan Sosial Tenaga Kerja
                Suatu perlindungan bagi tenaga kerja dalam bentuk santunan berupa uang sebagai pengganti sebagian dari penghasilan yang hilang atau berkurang dan pelayanan sebagai akibat peristiwa atau keadaan yang dialami oleh tenaga kerja berupa kecelakaan kerja, sakit, hamil, bersalin, hari tua, dan meninggal dunia.Untuk memberikan perlindungan kepada tenaga kerja diselenggarakan program jaminan social tenaga kerja yang pengelolaannya dapat dilaksanakan dengan mekanisme asuransi.


1.Landasan Filosofis
            UU No. 3 Tahun 1992 tentang JAMSOSTEK yang diundangkan pada tanggal 17 Februari 1992, menganut filosofi penyelenggaraan JAMSOSTEK sebagai upaya untuk merespon masalah dan kebutuhan pemberi kerja terhadap tenaga kerja murah, berdisipin, dan produktifitasnya tinggi.

Landasan filosofi ini tercermin dari latar belakang lahirnya UU No. 3 Tahun 1992 tentang JAMSOSTEK, yaitu:
Program JAMSOSTEK diselenggarakan dengan pertimbangan selain untuk memberikan ketenangan kerja juga karena dianggap mempunyai dampak positif terhadap usaha-usaha peningkatan disiplin dan produktifitas tenaga kerja (UU No. 3 Tahun 1992, Penjelasan Umum, Alinea ke-2)
JAMSOSTEK mempunyai aspek, antara lain untuk memberikan perlindungan dasar untuk memenuhi kebutuhan hidup minimal bagi tenaga kerja dan keluarganya, serta merupakan penghargaan kepada tenaga kerja yang telah menyumbangkan tenaga dan pikirannya kepada perusahaan tempat mereka bekerja (UU No. 3 Tahun 1992, Penjelasan Umum, Alinea ke-7).
Penyelenggaraan program JAMSOSTEK dengan mekanisme asuransi bersifat optional (UU No. 3 Tahun 1992 Pasal 3 ayat (1))
Prioritas diwajibkan bagi tenaga kerja yang bekerja pada perusahaan perseorangan dengan menerima upah (UU No. 3 Tahun 1992 Pasal 4 ayat (1).

Ruang lingkup program jaminan sosial tenaga kerja dalam Undang-undang ini meliputi :
a. Jaminan Kecelakaan Kerja
                Jaminan Kecelakaan Kerja sebagaimana dimaksud meliputi :
                a. biaya pengangkutan;
                b. biaya pemeriksaan, pengobatan, dan/atau perawatan;
                c. biaya rehabilitasi;
                d. santunan berupa uang yang meliputi :
                                1. santunan sementara tidak mampu bekerja;
                                2. santunan cacad sebagian untuk selama-lamanya;
                                3. santunan cacad total untuk selama-lamanya baik fisik maupun mental;
                                4. santunan kematian.
b. Jaminan Kematian
                Tenaga kerja yang meninggal dunia bukan akibat kecelakaan kerja, keluarganya berhak atas Jaminan Kematian.
                Jaminan Kematian sebagaimana dimaksud meliputi :
a. biaya pemakaman;
b. santunan berupa uang.
c. Jaminan Hari Tua
                Jaminan Hari Tua dibayarkan secara sekaligus, atau berkala, atau sebagian dan
berkala, kepada tenaga kerja karena :
a. telah mencapai usia 55 (lima puluh lima) tahun, atau
b. cacad total tetap setelah ditetapkan oleh dokter.
c. Dalam hal tenaga kerja meninggal dunia, Jaminan Hari Tua dibayarkan kepada janda
atau duda atau anak yatim piatu.
d. Jaminan Pemeliharaan Kesehatan.
                Tenaga kerja, suami atau istri, dan anak berhak memperoleh Jaminan Pemeliharaan
Kesehatan.Jaminan Pemeliharaan Kesehatan meliputi :
                a. rawat jalan tingkat pertama;
                b. rawat jalan tingkat lanjutan;
                c. rawat inap;
                d. pemeriksaan kehamilan dan pertolongan persalinan;
                e. penunjang diagnostik;
                f. pelayanan khusus;
                g. pelayanan gawat darurat.


2. Landasan Yuridis
UU No. 3 Tahun 1992 Tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja

Sistem Pengupahan dan Kesejahteraan Pekerja di Indonesia
Pengertian Upah
Upah adalah hak pekerja / buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja / buruh yang ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan, atau peraturan perundang undangan, termasuk tunjangan bagi pekerja / buruh dan keluarganya atas suatu pekerjaan dan/atau jasa yang telah atau akan dilakukan. (Pasal 1 angka 30 UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan)

Dasar Hukum Upah bagi Tenaga Kerja
Pasal 27 Undang-Undang Dasar 1945
Undang-undang No. 13 tahun 2003
Kepmenakertrans Nomor : KEP.49/MEN/2004 Tentang Ketentuan Struktur dan Skala Upah
Kepmenakertrans No. KEP.102/MEN/VI/2004 : Tentang Waktu Kerja Lembur dan Upah Kerja Lembur.

Komponen Upah :
ü  Upah pokok adalah imbalan dasar yang dibayarkan kepada buruh menurut tingkat atau jenis pekerjaan yang besarnya ditetapkan berdasarkan perjanjian
ü  Fasilitas adalah kenikmatan dalam bentuk nyata / natur karena hal yang bersifat khusus atau untuk meningkatkan kesejahteraan buruh (contoh: fasilitas antar jemput, pemberian makan secara cuma-cuma, sarana kantin)
ü  Bonus adalah pembayaran yang diterima buruh dari hasil keuntungan

            Untuk perlindungan,pengupahan dan kesejahteraan di atur dalam bab 10 uu no.13 tahun 2003 tentang kesejahteraan ketenaga kerjaan

RENCANA PEMBANGUNAN NASIONAL JANGKA PANJANG 2005-2025 DI INDONESIA

Topaz Warim Putra, 3TB01, Arsitektur (Softskill)

Sumber :
http://www.itjen.depkes.go.id/public/upload/unit/pusat/files/Undang-undang/uu17_2007.pdf
http://www.solopos.com/2014/04/01/gagasan-era-demokrasi-tanpa-gbhn-499820
http://www.pnpm-perdesaan.or.id/downloads/UU%20No.25%20Tahun%202004%20-%20Sistm%20Perenc%20Pembgn%20Nas.pdf
http://id.wikipedia.org/wiki/Sistem_Perencanaan_Pembangunan_Nasional


Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional adalah satu kesatuan tata cara perencanaan pembangunan untuk menghasilkan rencana-rencana pembangunan dalam jangka panjang, jangka menengah, dan tahunan yang dilaksanakan oleh unsur penyelenggara negara dan masyarakat di tingkat Pusat dan Daerah. Sistem ini adalah pengganti dari Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) dan mulai berlaku sejak tahun 2005

Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (disingkat RPJP Nasional), adalah dokumen perencanaan pembangunan nasional untuk periode 20 (dua puluh) tahun. RPJP Nasional untuk tahun 2005 sampai dengan 2025 diatur dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007. Pelaksanaan RPJP Nasional 2005-2025 terbagi dalam tahap-tahap perencanaan pembangunan dalam periodisasi perencanaan pembangunan jangka menengah nasional 5 (lima) tahunan.

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional, (disingkat RPJM Nasional), adalah dokumen perencanaan untuk periode 5 (lima) tahun yang terdiri dari :

RPJM Nasional I Tahun 2005–2009,
RPJM Nasional II Tahun 2010–2014,
RPJM Nasional III Tahun 2015–2019,
RPJM Nasional IV Tahun 2020–2024.
RPJM tersebut kemudian dijabarkan ke dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP) setiap tahunnya.

Rencana Kerja Pemerintah[sunting | sunting sumber]
Rencana Kerja Pemerintah (disingkat RKP) adalah rencana pembangunan tahunan nasional, yang memuat prioritas pembangunan nasional, rancangan kerangka ekonomi makro yang mencakup gambaran perekonomian secara menyeluruh termasuk arah kebijakan fiskal, serta program kementerian/lembaga, lintas kementerian/lembaga kewilayahan dalam bentuk kerangka regulasi dan pendanaan yang bersifat indikatif. RKP merupakan pedoman bagi penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (disingkat RPJP Daerah) adalah dokumen perencanaan pembangunan daerah untuk periode 20 (dua puluh). RPJP Nasional untuk tahun 2005 sampai dengan 2025 diatur dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007. RPJP Daerah yang memuat visi, misi, dan arah Pembangunan Jangka Panjang Daerah disusun mengacu kepada RPJP Nasional.

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah, (disingkat RPJM Daerah) adalah dokumen perencanaan pembangunan daerah untuk perioda 5 (lima) tahunan yang merupakan penjabaran dari visi, misi, dan program kepala daerah dengan berpedoman pada RPJP Daerah serta memerhatikan RPJM Nasional.

Ruang Terbuka Hijau

Topaz Warim Putra, 3TB01, Arsitektur (Softskill)

Sumber :
·         http://www.penataanruang.com/ruang-terbuka-hijau.html
·         http://www.bkprn.org/peraturan/the_file/permen05-2008.pdf http://werdhapura.penataanruang.net/artikel-bipr/145-rtrw-kota-sebagai-dasar-pembangunan-dan-pengembangan-kota
·         http://www.penataanruang.net/detail_b.asp?id=2528
·         http://nasional.news.viva.co.id/news/read/248785-lima-kota-paling-hijau-di-indonesia


Dalam UU No. 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang disebutkan, jumlah RTH di setiap kota harus sebesar 30 persen dari luas kota tersebut. Arsitek Landsekap/ Majelis Ikatan Arsitektur Landsekap Indonesia (IALI) Ning Purnomohadi dalam program Selamat Pagi Nusantara di TVRI, Rabu (2/7) mengatakan, RTH perkotaan adalah bagian dari ruang-ruang terbuka suatu wilayah perkotaan yang diisi oleh tumbuhan, tanaman dan vegetasi.

Ning Purnomohadi menuturkan, ketentuan luasan 30 persen RTH di setiap perkotaan merupakan hasil kesepakatan dari Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Bumi di Rio de Janeiro, Brazil (1992) dan dipertegas lagi pada KTT Johannesberg, Afrika Selatan 10 tahun.

Definisi dan Pengertian Ruang Terbuka Hijau
Ruang Terbuka Hijau (RTH) kota adalah bagian dari ruang-ruang terbuka (open spaces) suatu wilayah perkotaan yang diisi oleh tumbuhan, tanaman, dan vegetasi (endemik, introduksi) guna mendukung manfaat langsung dan/atau tidak langsung yang dihasilkan oleh RTH dalam kota tersebut yaitu keamanan, kenyamanan, kesejahteraan, dan keindahan wilayah perkotaan tersebut.

Berdasarkan bobot kealamiannya, bentuk RTH dapat diklasifikasi menjadi:
a)    bentuk RTH alami (habitat liar/alami, kawasan lindung) dan
b)    bentuk RTH non alami atau RTH binaan (pertanian kota, pertamanan kota, lapangan olah raga, pemakaman,

Berdasarkan sifat dan karakter ekologisnya, RTH diklasi-fikasi menjadi:
a)    bentuk RTH kawasan (areal, non linear), dan
b)    bentuk RTH jalur (koridor, linear),

Berdasarkan penggunaan lahan RTH atau kawasan fungsionalnya diklasifikasi menjadi:
a)    RTH kawasan perdagangan,
b)    RTH kawasan perindustrian,
c)    RTH kawasan permukiman,
d)    RTH kawasan per-tanian, dan
e)    RTH kawasan-kawasan khusus, seperti pemakaman, hankam, olah raga, alamiah.

Berdasarkan status kepemilikan RTH diklasifikasikan menjadi:
a)    RTH publik, yaitu RTH yang berlokasi pada lahan-lahan publik atau lahan yang dimiliki oleh peme-rintah (pusat, daerah), dan
b)    RTH privat atau non publik, yaitu RTH yang berlokasi pada lahan-lahan milik privat.

Fungsi dan Manfaat Ruang Terbuka Hijau (RTH)
RTH, baik RTH publik maupun RTH privat, memiliki fungsi utama (intrinsik) yaitu fungsi ekologis, dan fungsi tambahan (ekstrinsik) yaitu fungsi arsitek-tural, sosial, dan fungsi ekonomi. Dalam suatu wilayah perkotaan empat fungsi utama ini dapat dikombinasikan sesuai dengan kebutuhan, kepenting-an, dan keberlanjutan kota.

RTH berfungsi ekologis, yang menjamin keberlanjutan suatu wilayah kota secara fisik, harus merupakan satu bentuk RTH yang berlokasi, berukuran, dan berbentuk pasti dalam suatu wilayah kota, seperti RTH untuk per-lindungan sumberdaya penyangga kehidupan manusia dan untuk membangun jejaring habitat hidupan liar. RTH untuk fungsi-fungsi lainnya (sosial, ekonomi, arsitektural) merupakan RTH pendukung dan penambah nilai kualitas lingkungan dan budaya kota tersebut, sehingga dapat berlokasi dan berbentuk sesuai dengan kebutuhan dan kepentingannya, seperti untuk ke-indahan, rekreasi, dan pendukung arsitektur kota.

Manfaat RTH berdasarkan fungsinya dibagi atas manfaat langsung (dalam pengertian cepat dan bersifat tangible) seperti mendapatkan bahan-bahan untuk dijual (kayu, daun, bunga), kenyamanan fisik (teduh, segar), keingin-an dan manfaat tidak langsung (berjangka panjang dan bersifat intangible) seperti perlindungan tata air dan konservasi hayati atau keanekaragaman hayati.

Pola dan Struktur Fungsional
Pola RTH kota merupakan struktur RTH yang ditentukan oleh hubungan fungsional (ekologis, sosial, ekonomi, arsitektural) antar komponen pemben-tuknya.
Pola RTH terdiri dari:
a)    RTH struktural,
b)    RTH non struktural

RTH struktural merupakan pola RTH yang dibangun oleh hubungan fungsi-onal antar komponen pembentuknya yang mempunyai pola hierarki plano-logis yang bersifat antroposentris. RTH tipe ini didominasi oleh fungsi-fungsi non ekologis dengan struktur RTH binaan yang berhierarkhi. Contohnya adalah struktur RTH berdasarkan fungsi sosial dalam melayani kebutuhan rekreasi luar ruang (outdoor recreation) penduduk perkotaan seperti yang diperlihatkan dalam urutan hierakial sistem pertamanan kota (urban park system) yang dimulai dari taman perumahan, taman lingkungan, taman ke-camatan, taman kota, taman regional, dst). RTH non struktural merupakan pola RTH yang dibangun oleh hubungan fungsional antar komponen pem-bentuknya yang umumnya tidak mengikuti pola hierarki planologis karena bersifat ekosentris. RTH tipe ini memiliki fungsi ekologis yang sangat dominan dengan struktur RTH alami yang tidak berhierarki. Contohnya adalah struktur RTH yang dibentuk oleh konfigurasi ekologis bentang alam perkotaan tersebut, seperti RTH kawasan lindung, RTH perbukitan yang terjal, RTH sempadan sungai, RTH sempadan danau, RTH pesisir.

Untuk suatu wilayah perkotaan, maka pola RTH kota tersebut dapat dibangun dengan mengintegrasikan dua pola RTH ini berdasarkan bobot tertinggi pada kerawanan ekologis kota (tipologi alamiah kota: kota lembah, kota pegunungan, kota pantai, kota pulau, dll) sehingga dihasilkan suatu pola RTH struktural.

Elemen Pengisi RTH
RTH dibangun dari kumpulan tumbuhan dan tanaman atau vegetasi yang telah diseleksi dan disesuaikan dengan lokasi serta rencana dan rancangan peruntukkannya. Lokasi yang berbeda (seperti pesisir, pusat kota, kawasan industri, sempadan badan-badan air, dll) akan memiliki permasalahan yang juga berbeda yang selanjutnya berkonsekuensi pada rencana dan rancangan RTH yang berbeda.

Untuk keberhasilan rancangan, penanaman dan kelestariannya maka sifat dan ciri serta kriteria (a) arsitektural dan (b) hortikultural tanaman dan vegetasi penyusun RTH harus menjadi bahan pertimbangan dalam men-seleksi jenis-jenis yang akan ditanam.

Persyaratan umum tanaman untuk ditanam di wilayah perkotaan:
a)    Disenangi dan tidak berbahaya bagi warga kota
b)    Mampu tumbuh pada lingkungan yang marjinal (tanah tidak subur, udara dan air yang tercemar)
c)    Tahan terhadap gangguan fisik (vandalisme)
d)    Perakaran dalam sehingga tidak mudah tumbang
e)    Tidak gugur daun, cepat tumbuh, bernilai hias dan arsitektural
f)     Dapat menghasilkan O2 dan meningkatkan kualitas lingkungan kota
g)    Bibit/benih mudah didapatkan dengan harga yang murah/terjangkau oleh masyarakat
h)    Prioritas menggunakan vegetasi endemik/lokal
i)      Keanekaragaman hayati

Jenis tanaman endemik atau jenis tanaman lokal yang memiliki keunggulan tertentu (ekologis, sosial budaya, ekonomi, arsitektural) dalam wilayah kota tersebut menjadi bahan tanaman utama penciri RTH kota tersebut, yang selanjutnya akan dikembangkan guna mempertahankan keanekaragaman hayati wilayahnya dan juga nasional.

Teknis Perencanaan Ruang Terbuka Hijau (RTH)
Dalam rencana pembangunan dan pengembangan RTH yang fungsional suatu wilayah perkotaan, ada 4 (empat) hal utama yang harus diperhatikan yaitu
a)    Luas RTH minimum yang diperlukan dalam suatu wilayah perkotaan di-tentukan secara komposit oleh tiga komponen berikut ini, yaitu:
1)    Kapasitas atau daya dukung alami wilayah
2)    Kebutuhan per kapita (kenyamanan, kesehatan, dan bentuk pela-yanan lainnya)
3)    Arah dan tujuan pembangunan kota

RTH berluas minimum merupakan RTH berfungsi ekologis yang ber-lokasi, berukuran, dan berbentuk pasti, yang melingkup RTH publik dan RTH privat. Dalam suatu wilayah perkotaan maka RTH publik harus berukuran sama atau lebih luas dari RTH luas minimal, dan RTH privat merupakan RTH pendukung dan penambah nilai rasio terutama dalam meningkatkan nilai dan kualitas lingkungan dan kultural kota.

b)    Lokasi lahan kota yang potensial dan tersedia untuk RTH
c)    Sruktur dan pola RTH yang akan dikembangkan (bentuk, konfigurasi, dan distribusi)
d)    Seleksi tanaman sesuai kepentingan dan tujuan pembangunan kota.



Lima Kota Paling Hijau di Indonesia
Peringkat atas adalah Surabaya. Kota ini berhasil melipatgandakan ruang terbuka hijau


Lima kota dinobatkan yang sebagai daerah terhijau di Indonesia untuk 2011. Lomba bertajuk Indonesia Green Region Award (IGRA) ini diselenggarakan oleh Kantor Berita Radio KBR68H bersama Majalah SWA untuk kedua kalinya tahun ini.

Dari 36 peserta IGRA 2011, dihasilkan 10 finalis yakni Kota Surabaya (Jawa Timur), Kota Yogyakarta (Daerah Istimewa Yogyakarta), Kota Denpasar (Bali), Kota Palangkaraya (Kalimantan Tengah), Kota Banda Aceh (Nanggroe Aceh Darussalam), Kota Payakumbuh (Sumatera Barat), Kabupaten Kuningan (Jawa Barat), Kabupaten Berau (Kalimantan Timur), Kabupaten Jepara (Jawa Tengah), dan Kabupaten Gorontalo (Gorontalo). Dari hasil seleksi yang dilakukan dewan juri, lima kota/ kabupaten yang menjadi pemenang adalah Surabaya, Yogyakarta, Denpasar, Palangkaraya, dan Banda Aceh.

Para finalis ini sebelumnya diundang untuk melakukan presentasi di hadapan dewan juri. Sayangnya, satu perwakilan dari finalis tidak bisa hadir. Sonny Keraf, salah seorang juri IGRA 2011, berharap semoga ajang ini dapat meningkatkan keseriusan pemerintah dalam upaya menjaga lingkungan yang juga melibatkan masyarakat.

“Hal yang menarik saya tangkap dalam berbagai kasus di ajang ini adalah upaya hukum dalam arti pemaksaan yang top down ternyata tidak efektif. Hukum hanya bisa efektif kalau bottom up yang mana melalui proses kesepakatan pemerintah dengan masyarakat yang kemudian bisa diformalkan menjadi aturan bersama,” kata mantan Menteri Lingkungan hidup ini.

Kalau dilihat 5 terbaik dalam IGRA 2011, tampak keseriusan mereka dalam mengeksekusi program yang terkait pelestarian dan penyelamatan lingkungan hidup. Surabaya misalnya, di tangan Walikota  Ir. Tri Rismaharini, Kota Pahlawan ini yang tadinya hanya memilik ruang terbuka hijau 9,6% dari total wilayah kota, kini bertambah menjadi 20, 24%. Taman-taman dibangun, aktivitas warga dipusatkan pada lokasi wisata terbuka ini. Hal menarik yang layak dicatat lainnya, ia berhasil mengembalikan 2.500 hektar lahan di kawasan Surabaya Timur yang dijadikan lokasi usaha sesuai dengan fungsi awalnya sebagai kawasan konservasi.

Kemudian Denpasar, Sony menilai, kota itu benar-benar melaksanakan program sebagai kota sepeda. “Itu bisa menjadi kebijakan Denpasar yang mengutamakan sepeda daripada motor atau kendaraan lainnya,” tutur Sony. Denpasar pun cukup maju dalam pengolahan sampahnya. Hal ini bisa dilihat, Pemkot Denpasar sudah cukup lama mewajibkan hotel-hotel di kota ini mengelola sampahnya, termasuk karena partisipasi masyarakat.

Demikian juga dengan Kota Yogyakarta, prestasi yang diraih dalam rangka penyelamatan lingkungan, di antaranya, melalui program 3 R (Reduce, Reuse dan Recycle) mampu mengurangi sampah sebesar 28,3% dari total sampah harian kota ini sebanyak 242 ton per hari, sudah merealisasikan pembuatan kurang lebih 250 ribu lubang biopori di seluruh Kota Yogyakarta dari target 1 juta lubang biopori, melakukan pembebasan tanah 25 kelurahan (55% dari 45 kelurahan) untuk public space (taman kota), masing-masing seluas 500 m2, dan merevitalisasi kawasan sungai sebagai wisata air.

Sementara itu, Pemkot Palangkaraya berhasil menjadikan hutan kota rawa gambut alami yang terluas di Indonesia, menyediakan kawasan hutan sebagai laboratorium hutan alam gambut yang dikelola oleh Universitas Palangkaraya, menjalankan program Hutan Kelola Masyarakat Lokal, pencadangan hutan kelurahan dan membentuk tim serbu api kelurahan.

RUSUNAMI & RUSUNAWA UNTUK KALANGAN MENENGAH KEBAWAH

Topaz Warim Putra, 3TB01, Arsitektur (Softskill)



Sumber :
http://id.wikipedia.org/wiki/Rumah_susun_sederhana_milik
http://www.jurnalhukum.com/hak-milik-atas-satuan-rumah-susun/
http://rusunamisubsidi.wordpress.com/2010/01/26/mengapa-memilih-apartment-dan-apa-perbedaan-antara-apartment-rusunami-rusunawa-dan-condotel/ http://www.ciputraentrepreneurship.com/umum/perbedaan-rusun-rusunami-dan-rusunawa
http://finance.detik.com/read/2014/09/10/104506/2686155/1016/rusun-subsidi-di-jakarta-jadi-ladang-investasi-para-orang-berduit
http://www.pelita.or.id/baca.php?id=27532


UU NO 20 TAHUN 2011 TENTANG RUMAH SUSUN

Pasal 1 angka 1 Undang Undang Nomor 20 Tahun 2011 Tentang Rumah Susun merumuskan bahwa rumah susun adalah bangunan gedung bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan yang terbagi dalam bagian bagian yang distrukturkan secara fungsional, baik dalam arah horizontal maupun vertikal dan merupakan satuan satuan yang masing-masing dapat dimiliki dan digunakan secara terpisah, terutama untuk tempat hunian yang dilengkapi dengan bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama.


Pasal 1 angka 5 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun merumuskan bahwa bagian bersama adalah bagian rumah susun yang dimiliki secara terpisah tidak untuk pemakaian bersama dalam kesatuan fungsi dengan satuan-satuan rumah susun. Penjelasan Pasal 25 ayat 1 undang-undang tersebut memberi contoh bagian bersama adalah antara lain : pondasi, kolom, balok, dinding, lantai, atap, talang air, tangga, lift, selasar, saluran-saluran, pipa-pipa, jaringan- jaringan listrik, gas dan teleko munikasi.


RUSUNAMI & RUSUNAWA
Rusunami merupakan akronim dari Rumah Susun Sederhana Milik. Rumah Susun atau Rusun merupakan kategori resmi pemerintah Indonesia untuk tipe hunian bertingkat seperti apartemen, kondominium, flat, dan lain-lain.
Namun pada perkembangannya kata ini digunakan secara umum untuk menggambarkan hunian bertingkat kelas bawah. Penambahan kata Sederhana setelah rusun bisa berakibat negatif, karena pada pikiran masyarakat awam rusun yang ada sudah sangat sederhana. Kenyataannya rusunami yang digalakkan pemerintah dengan sebutan proyek 1000 Menara merupakan rusuna bertingkat tinggi yaitu rusun dengan jumlah lantai lebih dari 8 yang secara fisik luar hampir mirip dengan rusun apartemen yang dikenal masyarakat luas. Kata Milik berarti seseorang pengguna tangan pertama harus membeli dari pengembangnya.
Sedangkan Rusunawa atau Rumah Susun Sederhana Sewa berarti pengguna harus menyewa dari pengembangnya.

Subsidi
Istilah lain yang sering diusung oleh para pengembang untuk rusunami adalah Apartemen Bersubsidi. Pengembang lebih senang menggunakan istilah apartemen daripada rusun karena konotasi negatif yang melekat. Sedangkan penambahan kata bersubsidi disebabkan karena pemerintah memberikan subsidi bagi pembeli rusunami jika memenuhi syarat. Sedangkan yang tidak memenuhi syarat tetap dapat membeli rusunami namun tidak mendapatkan subsidi.

Jenis Subsidi
Ada banyak subsidi yang diberikan pemerintah untuk meringankan dan menarik masyarakat untuk membeli rusunami. Beberapa diantaranya adalah:

Subsidi Selisih Bunga hingga maksimum 5% (sesuai golongan)
Bantuan Uang Muka hingga maksimum 7 juta (sesuai golongan)
Bebas PPN

Syarat Subsidi
Sebagaimana tercantum dalam Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat Nomor: 7/PERMEN/M/2007, kelompok sasaran penerima subsisidi adalah:

Keluarga/rumah tangga yang baru pertama kali memiliki rumah dan baru pertama kali menerima subsidi perumahan (dibuktikan oleh surat pengantar dari kelurahan)
Gaji pokok pemohon atau pendapatan pokok pemohon perbulan maksimum 4,5 juta
Memiliki NPWP
harga untuk apartemen dibawah Rp. 144 jt dan rumah dibawah Rp. 55jt

Jenis-Jenis RUSUN :
- Rumah Susun Umum : dibangun untuk memenuhi kebutuhan perumahan di kalangan masyarakat berpenghasilan rendah.Rusun ini memiliki 2 jenis yaitu RUSUNAMI (Rumah Sususn Umum Milik) yang kepemilikannya berada di tangan pertama yang membeli unit rusun dari pengembang.Para pengembang lebih memilih pemakaian istilah Apartemen bersubsidi untuk rusunami.Sedangkan RUSUNAWA(Rumah Susun Umum Sewa)penggunanya harus menyewa dari pengembang.
- Rumah Susun Khusus : dibangun untuk memenuhi kebutuhan khusus
- Rumah Susun Negara : dimiliki negara dan menjadi tempat tinggal bagi para pegawai negeri untuk menunjang pekerjaannya.
- Rumah Susun Komersial : dibangun untuk mendapatkan keuntungan.Seperti apartemen,kondominium, flat,dll.


Pembahasan :
Rumah susun hadir dikarenakan kebutuhan hunian didaerah-daerah yang sudah sangat mendesak. Hunian Vertikal ini merupakan projek pemerintah untuk mengatasi permasalahan ini.

Namun, banyaknya celah pada hukum pranata pembangunan mengenai rusun ini membuat beberapa developer memanfaatkannnya untuk meraup keuntungan yang sebanyak-banyaknya. Seperti banyak kasus rusunami yang dimiliki oleh masyarakat mengah keatas sebagai investasi, area parkir yang kurang untuk penghuni, hingga ruang hijau terbuka untuk penghuni.

Berbagai hal negatif yang timbul pasca pembangunan ini seharusnya di evaluasi oleh pemerintah untuk bahan perbaikan peraturan-peraturan mengenai rusun ini sebelum melanjutkan proyek rusun-rusun lainnya.